Maqamat dalam Tasawuf : Faqir dan Zuhud

 

Faqir

Secara harfiah, faqr artinya orang yang berhajat, membutuhkan, atau orang miskin. Dalam pandangan sufi faqir artinya tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada diri kita. Fakir mengandung pengertian miskin terhadap spiritual atau hasrat yang sangat besar terhadap pengosongan jiwa untuk menuju Allah. Fakir berarti menjalani hidup dengan kesadaran bahwa ia hanya membutuhkan Allah. Dalam maqam faqir, seorang sufi mengosongkan seluruh hati dari ikatan dan keinginan terhadap apa saja, selain Allah.

Dalil

Q.S Al-Fathir Ayat 15

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ أَنتُمُ ٱلْفُقَرَآءُ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَٱللَّهُ هُوَ ٱلْغَنِىُّ ٱلْحَمِيدُ

“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji”. (QS. Al-Fathir :15)

Dasar maqam faqir, menurut Imam Al-Ghazali adalah kelakuan Nabi SAW sewaktu emas belum diharamkan bagi pria. Nabi pernah berkhotbah dan ditengah-tengah khotbahnya, beliau berhenti serta menanggalkan dan melempar cincin emas dari tangan beliau. Sewaktu ditanyakan tentang kejadian itu, beliau menjawab bahwa cincin itu mengganggu kekhusukan khotbahnya.

Contoh perilaku fakir

  1. Tidak mempunyai harta dan usaha sama sekali.
  2. Mempunyai harta atau usaha, tetapi tidak mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya

Tingkatan-tingkatan faqir

  1. Orang faqir yang memang tidak suka dengan harta yang dimilikinya
  2. Orang faqir yang tidak menjaga diri darinya dan tidak tidak pula menyukainya
  3. Orang faqir yang lebih menyukai adanya harta daripada ketiadaanya
  4. Orang faqir yang membutuhkan dan menyukai harta, dia tidak dapat mencarinya karena tidak ada kemampuan dalam dirinya
  5. Orang faqir yang ketiadaan harta padanya dapat menyebabkan suatu kemudharatan

Zuhud

Secara etimologis, zuhud berarti ragaba ‘an syai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Secara terminologis zuhud bisa dilihat dari sisi tasawuf dan dari sisi moral (ahlak) islam. Dari segi tasawuf, zuhud adalah adanya kesadaran dan komunikasi langsung antara manusia dengan Tuhan sebagai perwujudan ihsan dan merupakan suatu tahapan (maqam) menuju ma’rifat kepada Allah SWT.

Dalil

Q.S Al-Qashash ayat 77

وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa kita di anjurkan agar berprilaku zuhud dalam keadaan kita memiliki harta, karena itu zuhud tidak lantas dia fakir dan miskin, namun tantangan zuhud adalah saat seseorang memiliki harta namun ia mampu menjadikannya semakin dekat dengan Allah SWT dan ia mampu mendapatkan kebaikan pada dua tempat yaitu dunia dan akhirat. Kemudian Allah berfirman agar kita tidak melupakan bahagia kita pada dunia ini, karena bahagia itu dari Allah SWT semata.

Contoh Perilaku Zuhud

Perilaku zuhud dapat dilihat pada kehidupan Usman bin Affan. Usman adalah seorang sahabat yang mencintai Al-Qur’an. Siang hari Usman berpuasa dan pada malam hari waktunya dihabiskan untuk menunaikan shalat. Kezuhudan Usman juga dapat dilihat dari kebiasaannya memberi makanan yang lezat kepada fakir miskin dan kaum muslimin. Sementara itu, Usman hanya mengonsumsi cuka dan minyak. Padahal kita tahu bahwa Usman adalah saudagar yang kaya raya. Usman dapat hidup bermewah-mewahan. Akan tetapi, beliau lebih memilih hidup dalam kezuhudan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maqamat Dalam Tasawuf: Ma'rifat dan Ridho

Maqamat dalam Tasawuf : Tawakal dan Mahabbah